Wednesday, May 26, 2010

Doa Sepanjang Hidupmu

Doa Sepanjang Hidupmu

Doa orangtua untuk anaknya adalah salah satu doa yang paling didengar Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka semestinya orangtua senantiasa mengalirkan doa kebaikan bagi anak-anaknya.

Orangtua juga mesti meneguhkan kesabaran jika menjumpai penyimpangan pada anak-anaknya. Bukan malah mengutuk atau mendoakan kejelekan bagi mereka.

Sesuatu yang sudah lazim untuk diketahui, orangtua harus membimbing anak-anaknya. Mereka butuh diarahkan, diajari, ditegur dan diluruskan bila mereka salah atau lupa. Semua itu tak lain untuk kebaikan masa depan si anak; masa depan di dunia dan masa depan di akhirat.

Kadang kala yang terjadi, orangtua sudah mengerahkan segala upaya untuk mengajari dan membimbing, namun si anak tetap membandel dan ‘kepala batu’. Entah apa lagi cara yang harus ditempuh, seakan-akan semua jalan telah buntu.

Memang, mencetak seorang anak menjadi anak shalih yang selalu menyenangkan hati bukanlah semata hasil kerja keras orangtua dan pendidik. Semua usaha yang ditempuh hanyalah merupakan sebab-sebab yang dilakukan untuk mencapai tujuan itu. Adapun yang membuat hati si anak terbuka untuk menerima pengarahan serta bimbingan orangtua dan orang-orang yang mendidiknya adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman kepada Nabi-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam:


“Sesungguhnya engkau takkan bisa memberikan hidayah (taufik) kepada orang yang engkau cintai, akan tetapi Allah memberikan hidayah kepada siapa pun yang Dia kehendaki, dan Dia Maha Mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.” (Al-Qashash: 56)

Dalam ayat-Nya ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala memberitahukan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau –lebih-lebih lagi selain beliau– tidak akan mampu memberikan hidayah kepada seseorang, walaupun dia orang yang paling dicintai. Tak seorang pun mampu memberikan hidayah taufik dan menancapkan iman dalam hati seseorang. Ini semata-mata ada di tangan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dialah yang memberi hidayah pada siapa yang Dia kehendaki. Dia Maha Mengetahui, siapa yang pantas mendapatkan hidayah dari-Nya hingga nanti Dia berikan hidayah, dan siapa yang tidak layak mendapatkannya hingga Dia biarkan orang itu dalam kesesatannya. (Taisirul Karimir Rahman, hal. 620)

Cobalah renungkan, bagaimana upaya Nabiyullah Nuh ‘alaihissalam dalam mengembalikan umatnya pada tauhid. Selama 950 tahun beliau mengajak mereka –dengan berbagai cara– untuk meninggalkan penyembahan berhala dan hanya menyembah Allah Subhanahu wa Ta’ala semata. Namun anak beliau sendiri tidak mau menyambut seruan mulia sang ayah, sampai saat-saat akhir kehidupan umat yang durhaka itu. Air bah yang meluap menenggelamkan semua yang ada. Nabi Nuh ‘alaihissalam memanggil anaknya yang enggan turut naik ke bahtera:


“Dan Nuh memanggil anaknya yang berada di tempat yang jauh, ‘Wahai anakku! Naiklah bahtera ini bersama kami dan janganlah kamu bersama orang-orang kafir’.” (Hud: 42)

Namun apalah daya bila Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak menghendaki, si anak ini tidak mendapatkan petunjuk. Tetap dengan kesombongannya dia menolak ajakan ayahnya, hingga berakhir dengan kebinasaan, ditelan oleh gelombang air bah yang datang:



“Dia berkata, ‘Aku akan berlindung ke gunung yang akan menghindarkanku dari air bah. Nuh berkata, ‘Hari ini tidak ada lagi yang bisa melindungi dari adzab Allah kecuali Dzat Yang Maha Penyayang.’ Dan gelombang pun menghalangi mereka berdua, maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan.” (Hud: 43)

Menyaksikan anaknya turut tenggelam, timbul rasa iba sang ayah, hingga Nabi Nuh ‘alaihissalam pun berdoa kepada Rabbnya. Namun Allah Subhanahu wa Ta’ala memperingatkan Nabi Nuh ‘alaihissalam dan menyatakan bahwa anaknya bukanlah orang yang beriman sehingga termasuk orang-orang yang ditenggelamkan:



“Dan Nuh pun menyeru Rabbnya, ‘Wahai Rabbku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji-Mu adalah janji yang benar, dan Engkau adalah Hakim yang seadil-adilnya.’ Allah berfirman, ‘Wahai Nuh, sesungguhnya dia bukan termasuk keluargamu (yang diselamatkan), sesungguhnya amalannya bukanlah amalan yang shalih. Maka janganlah engkau meminta kepada-Ku sesuatu yang tidak engkau ketahui. Sesungguhnya Aku peringatkan engkau agar jangan termasuk orang-orang yang jahil.” (Hud: 45-46)

Demikianlah keadaannya. Seorang nabi pun tidak dapat menyelamatkan anaknya dari kekafiran bila si anak tidak dibukakan hatinya untuk menerima keimanan.

Di sisi lain, sangatlah mudah bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk memberikan petunjuk pada hamba yang Dia kehendaki, walaupun hamba itu dikepung oleh kaum yang berbuat syirik. Allah Subhanahu wa Ta’ala kisahkan tentang kekasih-Nya, Ibrahim ‘alaihissalam ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan taufik kepadanya untuk bertauhid:


“Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan yang ada di langit dan di bumi, agar dia termasuk orang-orang yang yakin. Ketika malam telah gelap, dia melihat bintang, lalu berkata, ‘Inilah rabbku’. Tetapi tatkala bintang itu tenggelam, dia berkata, ‘Aku tidak suka pada yang tenggelam’. Kemudian ketika dia melihat bulan terbit, dia berkata, ‘Inilah rabbku’. Tetapi setelah bulan itu terbenam, dia berkata, ‘Sesungguhnya jika Rabbku tidak memberi petunjuk padaku, pasti aku termasuk orang-orang yang sesat. Kemudian tatkala dia melihat matahari terbit, dia berkata, ‘Inilah rabbku, ini lebih besar’. Tatkala matahari itu terbenam, dia pun berkata, ‘Wahai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kalian persekutukan! Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang menyekutukan-Nya’.” (Al-An’am: 75-79)

Hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala yang dapat memberikan hidayah dan melindungi seorang anak dari kejelekan. Oleh karena itu, semestinya orangtua menyadari bahwa tak boleh semata bersandar pada hasil usaha mereka. Namun mereka harus menengadahkan tangan dan memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Dalam Kitab-Nya yang mulia, Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan doa seorang yang telah mencapai umur 40 tahun:


“Wahai Rabbku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau karuniakan kepadaku dan kepada kedua orangtuaku, dan untuk melakukan amal shalih yang Engkau ridhai, dan berikanlah kebaikan kepadaku dengan kebaikan anak keturunanku.” (Al-Ahqaf: 15)

Tatkala dia berdoa untuk kebaikan dirinya, dia mendoakan pula anak keturunannya agar Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kebaikan pada segala keadaan mereka. Disebutkan dalam ayat ini bahwa kebaikan anak cucu akan kembali manfaatnya bagi kedua orangtua mereka, berdasarkan firman-Nya. (Taisirul Karimir Rahman, hal. 781)

Demikian yang dimohon oleh hamba-hamba Ar-Rahman dalam doa mereka:


“Wahai Rabb kami, anugerahkanlah bagi kami pasangan-pasangan hidup dan keturunan sebagai penyejuk mata kami, dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.” (Al-Furqan: 74)

Nabiyullah Zakariyya ‘alaihissalam ketika memohon keturunan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala pun meminta agar Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan anaknya nanti sebagai anak yang shalih, yang mendapatkan keridhaan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Beliau berdoa:



“Maka anugerahkanlah bagiku dari sisi-Mu seorang anak yang akan mewarisiku dan mewarisi keluarga Ya’qub, dan jadikanlah dia, wahai Rabbku, seorang yang diridhai.” (Maryam: 5-6)

Allah Subhanahu wa Ta’ala pun mengabulkan permohonan Nabi Zakariyya ‘alaihissalam dengan memberikan seorang anak yang shalih:



“Wahai Zakariyya, sesungguhnya Kami memberimu kabar gembira dengan lahirnya seorang anak yang bernama Yahya, yang belum pernah Kami menciptakan seseorang yang serupa dengannya.” (Maryam: 7)

Begitu pula Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, kekasih Allah Subhanahu wa Ta’ala. Beliau berdoa untuk kebaikan dirinya dan putranya Isma’il ‘alaihissalam beserta keturunan mereka tatkala membangun fondasi Baitullah:



“Wahai Rabb kami, jadikanlah kami berdua orang-orang yang berserah diri kepada-Mu dan jadikanlah pula keturunan kami sebagai orang-orang yang berserah diri kepada-Mu.” (Al-Baqarah: 128)

Beliau ‘alaihissalam juga berdoa:


“Wahai Rabbku, jadikanlah aku dan keturunanku sebagai orang-orang yang senantiasa mendirikan shalat. Wahai Rabbku, kabulkanlah doaku.” (Ibrahim: 40)

Nabi Ibrahim ‘alaihissalam juga memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar menjaga diri dan keturunan beliau dari kemaksiatan terbesar kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, yaitu kesyirikan. Beliau ‘alaihissalam memohon:


“Dan jauhkanlah diriku beserta anak keturunanku dari penyembahan berhala.” (Ibrahim: 35)

Demikianlah yang dilakukan oleh para nabi. Mereka mendoakan anak cucu mereka agar meraih masa depan yang baik dan terhindar dari hal-hal yang membinasakan.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, nabi dan rasul Allah Subhanahu wa Ta’ala yang paling mulia, mencontohkan pula hal ini. ‘Umar bin Abi Salamah, putra Ummu Salamah radhiyallahu ‘anhuma menuturkan:


“Turun ayat ini kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam: ‘Sesungguhnya Allah ingin menghilangkan dosa-dosa dari diri kalian wahai ahlul bait, dan menyucikan kalian sesuci-sucinya’ di rumah Ummu Salamah. Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggil Fathimah, Hasan dan Husain lalu menyelubungi mereka dengan kain, dan ‘Ali di belakang beliau lalu beliau selubungi pula dengan kain. Kemudian beliau berdoa, ‘Ya Allah, mereka adalah ahlu baitku, maka hilangkanlah dosa-dosa dari mereka dan sucikanlah mereka sesuci-sucinya’.” (HR. At-Tirmidzi no. 3787, dikatakan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi: shahih)

Beliau pernah pula mendoakan cucu beliau, Al-Hasan bin ‘Ali radhiyallahu 'anhuma. Diceritakan oleh Al-Bara` bin ‘Azib radhiyallahu 'anhu:


“Aku pernah melihat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan menggendong Al-Hasan di atas pundak beliau. Beliau mengatakan, ‘Ya Allah, sesungguhnya aku mencintainya, maka cintailah dia’.” (HR. Al-Bukhari no. 3849 dan Muslim no. 2422)

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga seringkali mendoakan anak-anak para shahabat radhiyallahu 'anhum. Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhuma menceritakan:


“Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memelukku bersama Al-Hasan lalu mendoakan, ‘Ya Allah, sesungguhnya aku mencintai mereka berdua, maka cintailah mereka’.” (HR. Al-Bukhari no. 3735)

Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma mengisahkan pula saat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendoakannya, setelah dia mengambilkan air wudhu untuk beliau. Dengan doa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan ilmu yang luas kepadanya:



“Pernah suatu ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk ke tempat buang air. Lalu kuletakkan air wudhu untuk beliau. (Ketika selesai) beliau pun bertanya, “Siapa yang meletakkan ini?” Lalu beliau diberitahu (bahwa aku yang melakukannya). Kemudian beliau mendoakan, ‘Ya Allah, berikanlah dia pemahaman terhadap agama’.” (HR. Al-Bukhari no. 143 dan Muslim no. 2477)

Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma menjadi salah seorang ulama di kalangan shahabat. Sampai-sampai ‘Umar ibnul Khaththab radhiyallahu ‘anhu menempatkannya bersama para tokoh shahabat ketika Ibnu ‘Abbas masih belia. (Fathul Bari, 7/127)

Dalam kehidupan shahabat, ada Ummu Sulaim bintu Milhan radhiyallahu 'anha, ibu Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, yang begitu besar keinginannya agar anaknya mendapatkan kehidupan yang baik di dunia dan akhirat. Dia serahkan sang anak untuk melayani Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan meminta doa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk anaknya. Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu menceritakan:



“Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah masuk ke rumah kami dan di situ hanya ada aku, ibuku dan Ummu Haram bibiku. Ibuku mengatakan, ‘Wahai Rasulullah, ini pelayan kecilmu. Doakanlah dia’. Kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memohonkan untukku segala kebaikan, dan di akhir doa beliau untukku, beliau berkata, ‘Ya Allah, banyakkanlah harta dan anaknya, serta berikanlah barakah kepadanya’.” (HR. Muslim no. 2481)

Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabulkan doa beliau, hingga Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu mengatakan tentang dirinya, “Hartaku sungguh banyak, sementara anak cucuku mencapai sekitar seratus orang sekarang.” (HR. Muslim no. 2481)

Apabila orangtua merasakan beban kesempitan dan kesusahan karena ulah anak-anak, hendaknya berlapang dada dan memaafkan, serta mendoakan agar si anak mendapatkan kebaikan. Sesungguhnya doa orangtua termasuk doa yang akan dikabulkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. Tentang hal ini, Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu menyampaikan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:



“Ada tiga doa yang pasti akan terkabul, tidak diragukan lagi: doa orangtua, doa orang yang bepergian, dan doa orang yang dizhalimi.” (HR. Abu Dawud no. 1536, dikatakan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Sunan Abi Dawud: hasan)

Doa kebaikanlah yang semestinya dipanjatkan ketika itu, bukan cacian atau bahkan doa kejelekan. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kita mendoakan kejelekan terhadap anak-anak. Jabir radhiyallahu ‘anhu mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:



“Jangan mendoakan kejelekan bagi diri kalian, jangan berdoa kejelekan bagi anak-anak kalian, dan jangan pula berdoa kejelekan bagi harta kalian. Jangan sampai ia bertepatan dengan saat Allah yang jika diminta suatu permintaan saat itu pasti akan Dia kabulkan.” (HR. Muslim no. 3009)

Bisa jadi seseorang menepati saat dikabulkannya doa, hingga dikabulkan permohonannya. Ini banyak terjadi ketika marah. Saat marah, terkadang orang mendoakan kejelekan untuk dirinya, atau kadang pada anaknya. Dia katakan, ‘Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala membinasakanmu!’ atau ‘Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan balasan yang jelek kepadamu!’, ataupun yang semisal itu. Sampai-sampai ada yang mendoakan anaknya agar mendapat laknat! Nas`alullahal ‘afiyah. (Syarh Riyadhish Shalihin, 4/33)

Akibatnya, bukan semakin baik si anak, namun semakin rusak. Semakin jauh dari kebenaran dan semakin suram pula masa depannya. Tak ada kebahagiaan hidupnya di dunia, terancam pula kehidupannya di akhirat kelak. Na’udzu billahi min dzalik!

Cukup sudah bagi kita, para orangtua, teladan yang termaktub dalam Al-Kitab dan As-Sunnah. Semestinya kita menyadari, segala kebaikan anak kita Allah Subhanahu wa Ta’ala-¬lah yang memberikannya. Hingga semestinya pula kita memulai untuk melazimi doa untuk kebaikan mereka.

Wallahu Ta’ala a’lamu bish-shawab.

Artikel yang berkaitan, silakan klik di sini

Penting!! Perlu Anda Baca:
@ Cara Bikin Blog Yang cantik dan Keren
@ Blog matahati-Imaduddien Abu Hanifah
@ Kumpulan Tips dan Trik Belajar, Kumpulan Rumus dan Trik Hitung Cepat Matematika
@ Bukan Berita Biasa
@ Kumpulan Artikel Tentang Kiamat dan Tanda-tandanya, Tentang Gempa, Tentang Ibadah
@ Kumpulan Tutorial Blog Lengkap, Tentang Bisnis Internet dan Monetisasi Blog
Readmore »» Baca selanjutnya...

Ibu Ainun Hasri Habibie Meninggal Dunia di Jerman

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan ibu negara Hasri Ainun Habibie Besari akhirnya meninggal dunia setelah sempat mengalami masa kritis. Kabar meninggalnya Ny Ainun disampaikan mantan anggota DPR dari Partai Bulan Bintang, Ali Mochtar Ngabalin, yang mengaku ditunjuk sebagai perwakilan keluarga Habibie.

Menurut Ngabalin, Ny Ainun, meninggal di RS Ludwig-Maximilians-Universitat, Klinikum Grohadern, Munich sekitar pukul 17.35 waktu Jerman atau sekitar pukul 22.50 WIB.

Ibu Ainun kelahira Semarang, 11 Agustus 1937 dikenal dengan pribadi yang santun, sederhana, berwibawa dan tidak banyak bicara. Beliau sangat perhatian terhadap masalah sosial. Tak heran bila banyak kalangan yang merasa kehilangan beliau.

"Pak Habibie mengabarkan kepada saya pada Sabtu pukul 22.48 WIB dan beliau menyampaikan permohonan maaf atas segala kekhilafan. Dan keluarga mohon doa dari seluruh masyarakat Indonesia atas berpulangnya Ibu," ujarnya seperti dikutip kantor berita Antara.

Penting!! Perlu Anda Baca:
@ Blog Matahati-Imaduddien Abu Hanifah
@ Kumpulan Tips dan Trik Belajar, Kumpulan Rumus dan Trik Hitung Cepat Matematika
@ Bukan Berita Biasa
@ Kumpulan Artikel Tentang Kiamat dan Tanda-tandanya, Tentang Gempa, Tentang Ibadah
@ Kumpulan Tutorial Blog Lengkap, Tentang Bisnis Internet dan Monetisasi Blog
Readmore »» Baca selanjutnya...

Tuesday, December 8, 2009

Blog Bumiayu: Al-quran dan Gempa di Indonesia

Indonesia secara berturut-turut dilanda gempa bumi dengan kekuatan yang sangat dahsyat. Ratusan korban bergelimpangan, ribuan lainnya luka berat dan ringan, bangunan porak poranda.

Ini jelas peringatan yang jelas dari Allah SWT. Di Indonesia telah terjadi 4 kali gempa bumi dan di dalam Al-Quran telah tertulis 4 peringatan. Waktu terjadinya gempa sama dengan peringatan Allah dalam Al-Quran. Keempat gempa itu ialah gempa di Tasik pukul 15.04, gempa di Padang pukul 17.16 beserta gempa susulan pukul 17.58, dan gempa di Jambi pukul 8.52.

Lihat di dalam Al-Quran ! Jam terjadinya gempa mewakili urutan surat di dalam Al-Quran dan menitnya mewakili ayat di dalam surat tersebut. Baca artinya dan temukan peringatan dari Allah SWT.


1. Gempa di Tasik (Jawa Barat) pukul 15.04

Perhatikan Al-Quran Surat 15 ayat 4 yang artinya

Dan Kami tiada membinasakan sesuatu negeripun, melainkan ada baginya ketentuan masa yang telah ditetapkan

2. Gempa di Padang pukul 17.16.

Perhatikan Al-Quran surat 17 ayat 16 yang artinya

Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya

3. Gempa susulan di Padang pukul 17.58

Perhatikan Al-Quran surat 17 ayat 58 yang artinya

Tak ada suatu negeripun (yang durhaka penduduknya), melainkan Kami membinasakannya sebelum hari kiamat atau Kami azab (penduduknya) dengan azab yang sangat keras. Yang demikian itu telah tertulis di dalam kitab (Lauh Mahfuzh)

4. Gempa di Jambi pukul 8.52

Perhatikan Al-Quran surat 8 ayat 52 yang artinya

(keadaan mereka) serupa dengan keadaan Fir’aun dan pengikut-pengikutnya serta orang-orang yang sebelumnya. Mereka mengingkari ayat-ayat Allah, maka Allah menyiksa mereka disebabkan dosa-dosanya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi amat keras siksaan-Nya

Maha Benar Allah dengan segala firmannya. Itulah peringatan yang sangat nyata dari Allah SWT untuk negeri kita, yaitu tanah air Indonesia.

Sekarang marilah kita renungkan hal ini bersama-sama untuk mengintrospeksi diri kita, apakah amal perbuatan kita selama ini sudah cukup atau belum untuk menjamin kita bisa masuk ke dalam surga yang sangat indah. Kita tidak pernah tahu kapan bencana itu akan terjadi dan kapan bencana itu akan merenggut nyawa kita. Jika di saat bencana itu datang akan merenggut nyawa kita dan ternyata kita baru sadar bahwa selama ini amal ibadah kita kepada Allah sangat kurang, tentu saja itu sudah sangat terlambat. Oleh karena itu, persiapkanlah bekal amal ibadah itu mulai dari sekarang. Jika selama hidup ini kita selalu berbuat salah, bertaubatlah dari sekarang selagi masih ada kesempatan untuk bertaubat. Jika selama hidup ini kita selalu taat kepada Allah, pertahankan ketaatan itu dan jika bisa tingkatkan terus ketaatan kita dengan selalu melakukan dzikir dan shalat malam. Sesungguhnya urusan sakaratul maut adalah rahasia ilahi dan tidak ada satu pun di antara makhluknya yang mengetahui kapan itu akan terjadi.

Penting!! Sebaiknya Anda Baca Juga Link Berikut:
@ Kumpulan Tips dan Trik Belajar, Kumpulan Rumus dan Trik Hitung Cepat Matematika
@ Bukan Berita Biasa
@ Kumpulan Artikel Tentang Kiamat dan Tanda-tandanya, Tentang Gempa, Tentang Ibadah
@ Kumpulan Tutorial Blog Lengkap, Tentang Bisnis Internet dan Monetisasi Blog
Readmore »» Baca selanjutnya...

Thursday, December 3, 2009

Blog Pacinan: Dahsyatnya Sholat Tahajud

kiamat,surga,neraka,sholat
Seorang pencuri masuk ke rumah Ahmad bin Khazruya, seorang Ulama yang wara, dan sufi besar. Ia sibuk mencari barang berharga untuk dicuri, tetapi ia tak menemukan apa-apa. Ketika pencuri itu hendak pergi dengan kecewa, Ahmad, sang sufi, memanggilnya.

“Anak muda, ambillah ember ini dan timba air dari sumur. Berwudhulah kau dengan air itu dan dirikanlah salat. Kalau ada sesuatu, nanti aku berikan padamu, supaya kau tak pulang dengan tangan hampa,” ujar Ahmad.

Pencuri itu mengikuti apa yang diperintah Ahmad.

Ketika pagi tiba, seorang pria dari kota datang membawa kantong berisi seratus dinar dan memberikannya pada Ahmad. Ahmad lalu memberikannya pada si pencuri.
“Bawalah ini sebagai hadiah untuk salat malammu,” ia berkata.

Tubuh pencuri itu bergetar. Ia langsung menangis terisak-isak.
“Aku telah salah mengambil jalan,” ucapnya di sela tangisan, “tapi semalam saja aku bekerja untuk
Tuhan, Dia telah memberiku ganjaran seperti ini….”
Pencuri itu bertaubat, kembali kepada Tuhan. Ia menolak mengambil wang emas itu, dan menjadi salah
seorang murid setia Ahmad bin Khazruya.

“Shalat adalah tempat bermunajahnya seorang hamba, tempat membersihkan hati dari bermacam-macam kotoran, terbentang pula di dalam salat itu medan kerahasiaan Allah, dan memancarkan dari dalamnya cahaya yang menyinari hati dan pikiran si hamba yang sedang salat.” (Syekh Ahmad bin Muhammad Ataillah , Kitab HIkam )

Seperti itulah Dahsyatnya shalat Tahajud,, Wallahu a’lam

Sumber http://www.facebook.com/notes/muhammad-hasbi-fathurrahim/hadiah-shalat-malam-qiyamul-lail/201457051833
Readmore »» Baca selanjutnya...

Blog Kalierang: Ibadah Haji Tahun 2200

Ibadah haji adalah kewajiban manisia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjanjian ke Baitullah

“Ibadah haji adalah kewajiban manisia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjanjian ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji) maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam).”(Q.S. Ali Imran 3: 97)

Sejak Rasulullah saw. melakukan Haji Wada, hukum haji tetap tidak berubah, yakni fardhu ‘ain. Ketika itu, (Haji Wada) jemaah hanya sekitar 90.000 orang. Semakin hari, jumlahnya dipastikan semakin bertambah.

Allah swt. mengundang semua manusia untuk mengunjungi ‘rumah-Nya’. Ia tidak pernah membatasi jumlah jamaah. Dalam salah satu hadisnya, Rasulullah saw. bahkan pernah mengancam, “Barangsiapa yang mampu namun tidak mau beribadah haji maka akan mati sebagai Yahudi dan Nasrani.

Haji merupakan kewajiban sekaligus hak asasi setiap muslim sampai kiamat. Sistem pembatasan kuota per negara 1 banding 1000 orang yang berlaku saat ini, hanyalah solusi temporer. Alasannya, agar ibadah haji bisa nyaman. Pemahaman ini sangatlah keliru.“Al Hajju jihadu” sàbda Rasulullah saw. Haji itu perjuangan. Susah payah dan berdesak-desakan, tidak ada syarat harus nyaman dan longgar. Semakin banyak orang bisa berangkat haji, walaupun tidak nyaman, semakin sukses tugas pemerintah muslim di dunia.

Menurut World Religious Statistics, di tahun 1900, prosentase umat muslim di dunia berjumlah 12,4% dari seluruh penduduk. Disinyalir akan menjadi 23,5% di tahun 2200. Bahkan, Samuel P Huntington pengarang The Clash of Civilizations, berani memperkirakan jumlahnya Iebih banyak dari itu. Menurutnya, di tahun 2025 saja umat muslim sudah akan berjumlah 30% dari jumlah penduduk, melebihi umat Kristen yang hanya 25%. Walhasil jumlah muslim 200 tahun yang akan datang diperkirakan mendekati 3 miliar orang. Batas usia rata-rata saat itu 97 tahun, dengan kesehatan yang baik. Penghasilan tahunan rata-rata diprediksi USD.25.860. Rasulullah saw meramalkan bahwa di akhir zaman, orang Islam akan sedemikan kaya, sampai-sampai mereka bersusah payah mencari para mustahik (orang yang berhak menerima zakat) namun tetap tidak ditemukan.

Kalaulah ternyata hasilnya tidak seperti itu, misalnya bila di tahun 2200 dianggap masih ada sepertiga penduduk yang agak miskin dan sepertiga lagi sibuk atau berhalangan, paling tidak sepertiga sisanya siap dan mampu naik haji. Saat itu, transportasi akan semakin canggih dan murah. Peter Lorie dalam History of The Future memprediksikan, di tahun 2019 akan mulai beroperasi pesawat penumpang hypersonic, berkecepatan Mach 25, sehingga Jakarta-Jeddah bisa ditempuh dalam 50 menit. Scramjet yang berbahan bakar udara dan kendaraan dengan energi magnetik membuat biaya transport semakin murah.

Tahun 2150 angkutan massal akan digratiskan. Semiliar muslim tamu undangan Allah harus bisa ditampung, tanpa dibatasi kuota lagi. Saat ini saja, Pemerintah Arab Saudi sudah merencanakan menampung 14 juta jamaah haji dan umrah dalam 20 tahun mendatang. Jembatan jumrah di Mina dalam 4 tahun akan dibuat empat tingkat, menampung 0,5 juta orang per jam. Padang Arafah yang luasnya 25 km2 bisa saja di tahun 2200 dibuat seratus lantai untuk menampung semiliar orang yang wukuf. Demikian juga Masjidil Haram seluas 32 hektar dan kawasan sekitarnya seluas 27 km2 harus dibongkar, diratakan sampai perbukitan, dan dibangun seratus tingkat untuk tawaf dan sa’i, lantainya tembus pandang searah. Seluruh kota ditutup kubah raksasa tetrahedron dari bahan filamen transparan yang memgubah sinar matahari menjadi tenaga listrik.

Hotel dan gedung-gedung lain dibangun jauh di balik perbukitan Mekkah dan dihubungkan ke masjid melalui terowongan-terowongan dengan ban berjalan. Beberapa Airport Haji berkapasitas besar dibangun di tempat miqat sesuai hadis Nabi, yakni di Zulhulaifah, Qarnul Manazil, Yalamlam, dan Juhfah. Pergerakan jamaah antara Mekah-Mina-Muzdalifah-Arafah melalui ban berjalan. Di Mina dibuat seratus lantai untuk jamaah mabit 3 hari yang dihubungkan dengan jembatan tempat melontar jumroh. Jutaan binatang kurban diproduksi dengan metoda kloning.

Seluruh pembangunan prasarana di atas dibiayai oleh sindikasi keuangan bank tanpa riba dari seluruh negara Islam. Sistem transportasi yang efisien membuat jamaah haji tahun 2200 cukup berada di tanah suci selama 6 hari saja. Ini semakin mempermurah biaya naik haji, yang membuat semakin banyak lagi umat Islam yang mampu berangkat dari tahun ke tahun. Itu bukan khayalan apabila semua pihak menanam niat mulia yang sama: “Menjadikan haji sedemikian mudah dan murah”, sehingga praktis setiap muslim bisa melaksanakannya. Adapun mereka yang masih berhalangan, bisa melaksanakan haji secara virtual reality di tempat masing-masing, mirip teknologi simulator pelatihan pesawat terbang. Dengan proyektor Kabah hologram, visualisasi suasana tanah suci, simulasi suara, suhu, dan stimulan pada syaraf otak, setiap orang bisa “mengalami” haji secara realistis tanpa pergi dari rumahnya. Yassiru wala tu 'assiru
Readmore »» Baca selanjutnya...

Blog Kalilangkap: Penyakit Ummat Islam Di Akhir Zaman

Dalam sebuah hadits Nabi shollallahu ’alaih wa sallam mengabarkan bahwa kelak di masa yang akan datang ummat Islam akan berada dalam keadaan yang sedemikian buruknya sehingga diumpamakan sebagai laksana makanan yang diperebutkan oleh sekumpulan pemangsanya. Lengkapnya hadits tersebut sebagai berikut:

Bersabda Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam “Hampir tiba masanya kalian diperebutkan seperti sekumpulan pemangsa yang memperebutkan makanannya.” Maka seseorang bertanya: ”Apakah karena sedikitnya jumlah kita?” ”Bahkan kalian banyak, namun kalian seperti buih mengapung. Dan Allah telah mencabut rasa gentar dari dada musuh kalian terhadap kalian. Dan Allah telah menanamkan dalam hati kalian penyakit Al-Wahan.” Seseorang bertanya: ”Ya Rasulullah, apakah Al-Wahan itu?” Nabi shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: ”Cinta dunia dan takut akan kematian.” (HR Abu Dawud 3745)

Ada beberapa pelajaran penting yang dapat kita tarik dari hadits ini:

Pertama, Nabi shollallahu ’alaih wa sallam memprediksi bahwa akan tiba suatu masa dimana orang-orang beriman akan menjadi kumpulan manusia yang menjadi rebutan ummat lainnya. Mereka akan mengalami keadaan yang sedemikian memprihatinkan sehingga diumpamakan seperti suatu porsi makanan yang diperbutkan oleh sekumpulan pemangsa. Artinya, pada masa itu kaum muslimin menjadi bulan-bulanan kaum lainnya. Hal ini terjadi karena mereka tidak memiliki kemuliaan sebagaimana di masa lalu. Mereka telah diliputi keinaan.

Kedua, pada masa itu muslimin tertipu dengan banyaknya jumlah mereka padahal tidak bermutu. Sahabat menyangka bahwa keadaan hina yang mereka alami disebabkan jumlah mereka yang sedikit, lalu Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menyangkal dengan mengatakan bahwa jumlah muslimin pada waktu itu banyak, namun berkualitas rendah.

Hal ini juga dapat berarti bahwa pada masa itu ummat Islam sedemikian peduli dengan kuantitas namun lalai memperhatikan aspek kualitas. Yang penting punya banyak pendukung alias konstituen sambil kurang peduli apakah mereka berkualitas atau tidak. Sehingga kaum muslimin menggunakan tolok ukur mirip kaum kuffar dimana yang banyak pasti mengalahkan yang sedikit. Mereka menjadi gemar menggunakan prinsip the majority rules (mayoritas-lah yang berkuasa) yakni prinsip yang menjiwai falsafah demokrasi modern. Padahal Allah menegaskan di dalam Al-Qur’an bahwa pasukan berjumlah sedikit dapat mengalahkan pasukan musuh yang jumlahnya lebih besar dengan izin Allah.

"Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar." (QS Al-Baqarah ayat 249)

Pada masa dimana muslimin terhina, maka kuantitas mereka yang besar tidak dapat menutupi kelemahan kualitas. Sedemikian rupa sehingga Nabi shollallahu ’alaih wa sallam mengumpamakan mereka seperti buih mengapung. Coba perhatikan tabiat buih di tepi pantai. Kita lihat bahwa buih merupakan sesuatu yang paling terlihat, paling indah dan berjumlah sangat banyak saat ombak sedang bergulung. Namun buih pulalah yang paling pertama menghilang saat angin berhembus lalu menghempaskannya ke udara.

Ketiga, Nabi shollallahu ’alaih wa sallam mengisyaratkan bahwa jika ummat Islam dalam keadaan terhina, maka salah satu indikator utamanya ialah rasa gentar menghilang di dalam dada musuh menghadapi ummat Islam. Artinya, sesungguhnya Nabi shollallahu ’alaih wa sallam lebih menyukai ummat Islam senantiasa berwibawa sehingga disegani dan ditakuti musuh. Dewasa ini malah kita melihat bahwa para pemimpin berbagai negeri berpenduduk mayoritas muslim justru memiliki rasa segan dan rasa takut menghadapi para pemimpin kalangan kaum kuffar dunia barat. Alih-alih mengkritisi mereka, bersikap sama tinggi sama rendah saja sudah tidak sanggup. Sehingga yang kita lihat di panggung dunia para pemimpin negeri kaum muslimin menjadi –maaf- pelayan jika tidak bisa dikatakan anjing piaraan pemimpin kaum kuffar. Mereka menjulurkan lidah dengan setia mengikuti kemauan sang majikan kemanapun mereka pergi. Padahal Allah menggambarkan kaum muslimin sebagai manusia yang paling tinggi derajatnya di tengah manusia lainnya jika mereka sungguh-sungguh beriman kepada Allah.

“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS Ali Imran ayat 139)
Readmore »» Baca selanjutnya...